Pilkada itu bukan hanya pertandingan kandidat, partai politik dan elit saja.
Apalagi sekedar aktivitas mencari kalah- menang.
Jika budaya politik seperti ini terus menerus dibiarkan, maka muara dari setiap kontestasi politik itu hanyala fatamorgana bagi rakyat. Rakyat tentu tidak akan dapat apa-apa.
“Kecewa kecewa dan kecewa” , kalimat itu akan menjadi hantu bagi rakyat setiap menghadapi pilkada.
Pilkada itu adalah kontestasi bersama untuk sebuah kepentingan bersama. Soal siapa dan seperti apa selebrasi politiknya maka nilai dan kultur kebersamaan harus tetap diarus utamakan.
Dengan begitu kemulian berpolitik tidak tercabik-cabik oleh nafsu sekedar memperoleh kemenangan/kekuasaan saja.
Siapapun atau kandidat mana pun yang menjadikan kalah atau menang sebagai tujuan maka ia sedang menawarkan kepalsuan.
Filsuf Albert Camus, menyebut sportivitas sebagai nilai yang akan membangun karakter rakyat. Sportivitas mengutamakan proses, mengajarkan manusia untuk menemukan nilai-nilai ideal berupa kejujuran dan keadilan yang bermuara pada martabat.
Katakan dia buruk jika dia buruk, dia baik jika dia baik. Jangan dibolak balik.
Kampanye hitam memang sangat menggoda bahkan bisa menjadi mantra mematikan lawan. Tapi tentu saja konsekwensinya adalah melabrak nilai-nilai etik yang sejak lama bangsa ini rawat. Orang baik bisa tercitrakan buruk, orang buruk akan tercitrakan baik. Orang miskin ide akan tercitrakan cerdas. Orang pelit akan terkesan peduli dan seterusnya.
Pilkada jangan menjadi alat untuk merusak moral bangsa, apriori terhadap berbagai cara atas nama kemenangan, termasuk kampanye hitam yang sarat isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA).
Kompetisi dalam Pilkada perlu dikembalikan pada kultur sportivitas, bukan kultur jahiliyah, yang penuh kekerasan baik psikis maupun fisik.
Demokrasi yang harus dibangun dengan saling menghormati dan menguatkan tak terkecuali lawan. Basis persaingan harus dikembalikan pada visi, misi, dan program, bukan kebencian dan tendensi masing-masing paslon atau timses. Visi bicara tentang cita-cita ideal perjuangan. Misi bicara tentang cara/tindakan mewujudkan cita-cita. Adapun program merupakan praksis dari visi dan misi. Pilkada harus dipahami sebagai bagian dari kultur demokrasi untuk mewujudkan kesejahteraan kolektif.
Kultur demokrasi kita berbasis pada etika, moral, dan etos sehingga memberikan inspirasi dan pencerahan kepada publik. Inilah demokrasi yang kita idam-idamkan.
Tokoh masyarakat, Elite politik, timses dan relawan mestinya menjadi agen budaya demokrasi, bukan sekadar menjadi pemburu kemenangan dan kekuasaan yang mengorbankan peradaban dan kebersamaan yang sudah dirawat dengan sangat baik oleh masyarakat kita. Bukan malah menjelma menjadi mesih perusak moralitas rakyat kita.
Iswanto : wakil Ketua DPD Partai Gelora Nunukan